Posted by : Unknown Kamis, 05 November 2015


Hy guys..... morning all ^_^
Siapa yang suka baca cerpen hayooo..... nih aku mau ngeposting satu cerpen yang aku angkat dari kisah nyata (?)
40% real dan 60% boongan :p
Ok langsung aja guysss...
HAPPY READINGG . .  . .

Harapan Konyol

Jum’at siang adalah waktu yang tepat untuk tiga sahabat yang bernama Lisa, Oca, dan Lema itu menghabiskan waktunya di sekolah. Bukan untuk belajar tentunya, tapi untuk mencari kesenangan di dunianya masing-masing yaitu dunia maya. Lisa yang tergila-gila akan K-POP itu tanpa hentinya mendownload lagu-lagu dan video. Oca yang kutu buku, lebih memilih membaca novel di salah satu blog langganannya dan sesekali tertawa tanpa sebab. Sedangkan, Lema yang setengah-setengah entah sedang membuka apa, mungkin mengerjakan tugas. Kesibukan itu membuat mereka lupa teman dan lupa waktu tentunya.
Siang pun telah berganti sore. Sinar oranye terlihat jelas menerangi ruang kelas IX D tempat mereka bersemedi. Lema perlahan mulai memperlihatkan ekspresi bosannya dengan berjalan-jalan di dalam kelas. Namun kedua temannya tidak peduli.
“Sa, cepet dikit dong. Udah sore nih, kalo kehabisan angkot gimana coba?”, kesal Lema pada Lisa yang sejak tadi bergulat dengan laptopnya.
“Sebentarlah, nih juga mau selesai. Ujung-ujungnya kamu juga ngerasaain hasilnya kan?”, bujuk Lisa.
“Sebentar apanya? Kamu aja downloadnya masih ada tiga. Segitu nggak lama emang?”, sahut Oca yang hendak memasukkan laptop ke dalam tas, bersiap untuk pulang.
“Hehe, lima menit lagi ya? Tolong deh.” Lema dan Oca terpaksa menuruti perkataan Lisa itu.
*15 menit kemudian
            Lima menit penantian Oca dan Lema, ternyata terbalaskan sepuluh menit kemudian. Mereka berdua ibarat sudah tidak berselera untuk pulang. Berbeda dengan Lisa yang terlihat sangat senang. Matanya berbinar-binar melihat hasil download miliknya telah selesai dengan waktu yang singkat.
“Yosh! Mari kita pulang!”, ucap Lisa bersemangat. Baru beberapa langkah ia lalu menengok ke belakang. Loh, Oca dan Lema ternyata masih duduk plus dengan pandangan yang menyeramkan ke Arah Lisa. Lisa pun mendekat.
“Hey, pulang yuk. Mau pada nginep ya? Emang udah pada bawa ganti?”, tanya Lisa dengan polosnya.
“Nggak bakalan nginep kali. Kamu sih kelamaan, kita keburu bosen deh nunggu dari tadi”, ucap Oca datar.
“Sorry sorry, hehe. Oh ya besok ada pr nggak?”
“Ada-ada, bahasa inggris tuh. Jangan sampe kelupaan loh, kalian tau kan akibatnya apa?”, jawab Lema dan diikuti anggukan kedua temannya.
            Lisa dan Lema berpisah dengan Oca yang ternyata sudah dijemput di depan sekolahnya. Kini hanya tinggal mereka berdua yang nampak kebingungan karena hari semakin sore, dan itu memungkinkan mereka kehilangan kesempatan untuk menghemat ongkos pulang dengan menaiki angkot. Sesekali Lisa melirik jam tangannya. Namun untuk yang kelima kalinya, tiba-tiba ia tersenyum dan memikirkan suatu hal.
“Ma, masih ada waktu nih”, celetuk Lisa.
“Waktu buat apa, Sa?”, Lema tidak mengerti maksud orang di sampingnya itu.
Ih ni anak, nggak connect banget.”, gerutu Lisa dalam hati.
“Kamu nggak mau ngelanjutin ekspedisi kita? Mau sampai kapan coba?”, jelas Lisa. Lema mengangguk mengerti.
“Ya, maulah. Ayo deh kita berangkat! ”, jawab Lema sembari menarik tangan Lisa.
“Eh bentar, rumah tuh anak searah sama sekolah kakak kamu kan? Sekalian aja, Sa. Nanti pulangnya nebeng gimana? Jadi biarlah angkot berlalu.”, langkah mereka berhenti sejenak dan Lisa mengangguk.
Kamu kira kakak aku mau, apa? Haha biarin lah”,ucap Lisa dalam batinnya.
            Lema yang sempat kesal itu, berubah menjadi sangat ceria. Sudah jelas bukan? Ia ceria karena eskpedisi itu. Setiap pulang sore hari, mereka berdua sering melewati rumah seorang temannya untu sekedar menengok ke dalam, mereka berharap bisa melihat anak itu di dalam rumah*impian yang aneh. Anak itu bukanlah teman dekat bagi Lema. Namun bagi Lisa ia adalah teman dekat meskipun status itu hanya berlaku di dunia maya *sungguh miris. Dan yang lebih mirisnya lagi, mereka bertiga adalah teman sekelas. So, mereka ingin lebih dekat lagi dengan anak itu, walaupun dengan cara yang agak aneh.
            Karena sudah kebiasaan, mereka tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai ke rumah targetnya itu. Segeralah mereka mengambil langkah pertama yaitu melihat-lihat sekelilingnya berpura-pura mencari sesuatu. Nice! Mereka melihat temannya itu sedang berada di halaman depan *nasib yang baik. Ralat-ralat! Temannya itu cowok loh ya, bukan cewe.
“Sa, ngumpet Sa!”, perintah Lema sembari menarik tubuh Lisa untuk jongkok di dekatnya. Posisi mereka terhalang oleh tembok pagar. Jelaslah targetnya itu tidak mungkin melihatnya karena tembok bukanlah benda yang tembus pandang *ya iyalah.
“Ok, jam 13.05 dia pulang sekolah, 14.30 stay di dalem rumah,....... dan sekarang jam 16.15 dia lagi nyiram nyiram nggak jelas di depan rumah bareng sama adeknya. Udah mandi belum ya? Ahh nggak aku tulis deh”, ucap Lisa yang membaca catatan hasil observasinya selama beberapa hari itu di sebuah buku tulis hitam miliknya.
“Sssttt, jangan keras-keras, Sa. Tuh anak lagi mendekat ke arah kita tahu”, celetuk Lema yang baru saja mengamati keadaan di dalam. Lisa mengangguk.
            Mereka berdua berusaha mendengarkan apa yang terjadi di rumah itu, karena untuk melihatnya langsung sudah tidak memungkinkan. Namun, perlahan suara-suara dan juga tawa yang semenjak tadi mereka dengar tiba-tiba saja lenyap. Apa yang terjadi? secepat itukah temannya itu selesai, padahal baru sebentar. Lema dan Lisa berusaha lebih keras lagi! Akhirnya mereka menemukan suara yang dicari-cari. Namun .....
“Hey, sedang apa kalian?” tanya sesorang yang tak lain adalah target Lema dan Lisa itu. Mereka berdua sontak kaget dan takut mengadap ke belakang.
[Hening...]
[Masih hening...]
“Oh, em... eh ini ini, tali.. tali sepatu aku lepas jadi harus jongkok-jongkok.... kan?”, ucap Lema terbata-bata mencari alasan namun masih membelakangi anak itu.
“Trus, Lis apa yang kau lakukan?” Lisa belum sempat mencari alasan lain. Terpaksa ia berdiri dan berbalik badan menghadap anak itu. Lisa tampak pasrah.
Waduh! Bahaya nih”, gerutu Lisa dalam hatinya. Anak itu masih setia menunggu jawaban Lisa *ciee.
“Lis, kita ketangkep basah nih.”, ucap Lema sangat lirih.
“Eh Ma. Kita itu nggak basah sama sekali tahu!”, tepis Lisa.
“Ih itu cuma perandaian, Sa. Kamu itu pinter tapi lemot ya?”, ledek Lema walaupun dalam suasana yang seperti itu.
“Kok kalian malah ribut sendiri sih? Aku dikacangin kan? Eh Lis, jadi kenapa kamu di sini?”, ucap anak itu dengan sedikit penekanan pada kalimat terakhirnya. Wah game over nih.
Ya Allah kirimkanlah hujan supaya aku punya alasan untuk pulang dan ngehindar dari nih anak, ya Allah. Aaamiinn.”, Lisa berdoa dalam hati berharap ia bisa lari dari tkp itu. Berselang lima detik dari doanya itu, tiba-tiba...
Byuuurrr....
“AAHHHHHH”, teriak Lema dan Lisa kaget sekaligus kedinginan mendapat kiriman air yang entah dari mana asalnya.
“Ra, air itu jangan dibuang ke sini ya. Masih mending yang kena nih anak berdua, kalo yang kena orang lagi lewat gimana?”, ucap anak laki-laki itu pada adiknya yang tengah berdiri dengan tangga untuk mencapai ketinggian pagar.
Oh jadi aku sama Lema dianggep lebih rendah dibandingkan orang lewat yang dia pun nggak kenal? Ok fix. Tapi kalau dipikir-pikir ... Walaupun bukan hujan, air satu ember pun jadi” pikir Lisa antara kesal dan senang.
“Akhirnya ketangkep basah juga”, ledek Lema membenarkan perkataannya tadi. Lisa mengangguk mengiyakan. “Iya deh”
“Oh ya, hm... Raka kami berdua pulang dulu ya. Sorry kalo ngganggu, bye”, ucap Lisa yang sebenarnya ingin segera pergi dari sana. Segeralah mereka berdua berlari menjauh dari rumah itu, hingga mereka berdua ngos-ngosan. Raka hanya kebingungan melihat kedua temannya itu, eh bukan teman tapi CTW lah ya.
“Woy, tungguin! Kamu itu larinya kenceng banget sih. Udah berhenti dulu!”, perintah Lema sembari mengatur nafasnya yang tersengal. Lisa menurut. Mereka pun duduk di sebuah bangku tempat biasanya orang menunggu kendaraan umum.
*10 menit berlalu
“Gimana kakakmu, Sa? Jadi njemput?”, tanya Lema masih dengan ngos-ngosan.
“Nggak tahu juga, lagian kalo nungguin kakakku malah kelamaan, kamu mau pulangnya tambah telat?” belum sempat Lema menjawabnya, mereka terkejut karena dikagetkan dengan bunyi klakson yang sangat keras, dari kakaknya Lisa tentunya.
“Eh, kakak. Lama banget sih! Udah nungguin nih. Oh ya katanya si Lema mau nebeng. Boleh nggak?”, tanya Lisa pada kakaknya ketika menyadari kakaknya telah datang.
“Boleh sih, boleh. Emang pada mau ya bonceng bertiga?”, ledek Kak Beni.
“Haha Cuma becanda kak. Lema naik ojek, kok. Yaudah kak, Lis aku balik dulu ya.”, ucap Lema sembari melambaikan tangan.
            Berakhir sudah cerita untuk hari ini. Untuk ketiga sahabat yang akrab itu. Lisa tersenyum mengingat-ingat tingkahnya bersama sahabatnya itu sepanjang hari ini. Kak Beni memandang aneh ke arah Lisa.
“Lis, kok bajumu basah?”
“Iya, kak. Abis kehujanan”, jawab Lisa singkat sambil tertawa.
“Hujan dari Singapura? Hari panas-panas gini.”
“Hujan buatan kak!”, ucap Lisa lirih. Ya, kakaknya mungkin tidak mendengarkannya. Lisa pun memilih menikmati pemandangan jalan raya dengan lampu alam yang mulai redup dan digantikan oleh lampu-lampu penerang jalan. Sungguh pemandangan yang indah.
***
            Keesokan harinya, tepat sepuluh menit sebelum pelajaran bahasa inggris dimulai, Lisa tampak gelisah dan berjalan berputar-putar nggak jelas di sekitar bangkunya. Lema dan Oca yang melihatnya berusaha menahan tawanya yang bisa meledak kapan pun.
“Udah ketemu belom, Sa? Hahaha”, ucap Oca sambil tekekeh melihat Lisa sangat kebingungan. Lisa menggeleng.
“Pasrah aja deh, Sa.”, usul Lema yang masih bisa menahan tawanya. Lisa tersenyum getir.
            Waktu sepuluh menit tidaklah cukup bagi ingatan Lisa untuk me-replay kejadian yang pernah ia alami. Dan terpaksalah ia menerima hukuman dari gurunya itu. Lisa sangat menyesal, kenapa bukunya samapai hilang? Lisa sudah yakin ia sudah menyelesaikan tugas itu jauh-jauh hari. Tiba-tiba bukunya hilang? Musibah apa lagi ini?
“Gimana tadi rasanya, Sa? Manis, pahit, asin, asam?”, ledek Oca yang sedang memegang sebuah novel keluaran terbaru.
“Manis sih, kalo dikasih gula!”, jawab Lisa ketus.
“Ha-Ha!”, ucap kedua temannya bersamaan.
“Eh, Sa. Pinjem kunci loker dong. Mau ngambil buku fisika punyaku yang kemaren aku titipin,”, celetuk Oca. Dengan sigap Lisa mengambil kunci yang selalu ia bawa itu dan memberikannya.
 “Lisaaaaa!!!!”, teriak Oca sangat keras. Untung saat itu tidak ada siswa lain kecuali mereka bertiga di dalam kelas, jadi aman-aman saja.
“What the hell, Ca?” Lema yang penasaraan itupun tiba lebih dulu.
“Apa sih Ca? Heboh banget.”, sahut Lisa.
“I...I....ini buku bahasa inggris milikmu kan Sa?”, tanya Oca tidak percaya. Lisa mengangguk namun masih dalam kebingungan.
“Berarti bukumu nggak ilang dong?”, tanya Oca lagi. Lisa tidak menjawab.
“Sini! Biarkan detektif yang memecahkannya!”, usul Lema dengan berlagak ala-ala detektif. Lema pun membolak-balik lembarang buku, berharap ada secercah bukti di sana.
“Wah ketemu!”
“Apanya yang ketemu?”, tanya Oca dan Lisa bersamaan.
“Coba deh kamu baca.”, jawab Lema sembari menyodorkan buku dengan cover hitam dan ungu itu.
“Hy, Lis. Nih buku kemarin ketinggalan, lo juga yang main pergi gitu aja. Karena kepo, gue baca deh eh malah nemuin kaya gituan. Jadi lo sengaja mata-matain gue sampe dateng ke rumah? Haha konyol juga. Jadi yang kemarin itu lo sama Lema lagi nguping? Untung deh ada si Rara yang nyiram kalian dulu sebelum kalian pergi, hahahaha....
Oh ya, kenapa lo pengen ngerti kegiatan gue sih? Kalo mau akrab main aja ke rumah gue, kagak ada yang mau ngusir kok. Tapi, apa jangan-jangan lo suka sama gue? Haha ngaku aja deh. Nggak usah malu-malu gitu, entar malah malu-maluin  tau. Ngomong aja ke gue, bakalan gue pertimbangin kok, tenang aja. ~Salam”, ucap Lisa membacakan apa saja yang tertulis di buku tulisnya itu.
“Berarti!”, ucap Lema tidak percaya terhadap apa yang didengarnya itu. Apalagi Oca yang tidak tahu-menau tentang ekspedisi rahasia itu.
“Ya, Raka yang naruh buku ini di loker. Kemarin aku ngejatuhin nih buku pas si Raka nanya ke kita”, jelas Lisa.
Baru saja Lisa menyebut nama Raka, ibarat mendapat sebuah panggilan, tiba-tiba saja Raka masuk ke kelas dengan teman-temannya. Lisa langsung menatap Raka seperti memberi isyarat “jadi bener lo yang naruh?”, Raka hanya tersenyum dan mengangguk.
“Hhhh, ternyata.. cowo bisa GR juga”, ucap Lisa dengan lirih. Namun di sisi lain tampak Lema yang sedikit murung.
“Hayo, Lema cemburu nieh... ekhm ekhm, jujur aja kali Ma. Jangan dipendam terus entar sakit loh.”, ledek Oca yang sepertinya mengerti sesuatu tentang Lema. Ya! Tentang perasaan Lema. To the point banget deh.
“Benarkah itu? Lema kamu serius?”, tanya Lisa tidak kalah meledeknya dengan Oca.
“I... iya Sa. Tapi aku takut kalau kamu marah, Sa.”
“Loh, marah kenapa? Aku nggak suka kali sama Raka.”, jelas Lisa. Mendengar hal itu Lema sangat senang dan berencana untuk mengenal lebih jauh tentang Raka.
Haha lo salah tebak, Ka. Yang suka sma lo bukanlah aku tapi si Lema tahu. GR yang kelewatan.”, Lisa menuliskan kalimat itu tepat di bawah tulisan Raka di dalam buku bahasa inggris milik Lisa.
Entah kapan kamu bisa membaca tulisan ini, namun biarlah waktu yang menjawab pertanyaanmu itu.” Batin Lisa sembari memandang Raka yang sedang membaca sebuah komik itu. Dan sekali lagi ia memandang Lema yang semakin lama terlihat semakin salting karena pengakuannya itu.
“Eh kalian, kalo ngintip-ngintip orang ngajak-ngajak dong! Biar aku bisa gabung, ya ya?”, pinta Oca dengan ekspresi memelas.
“NGAK!”, bentak Lema dan Lisa bersamaan.
~The End~





Keterangan tokoh
-Lisa is me
-Lema is Nisa
-Oca is Kiki
Ok itu biar nggak ada kesalahpahaman :p
-
-
-
-
oh y Gimana nih? haha sorry garing dan GJ bertebaran.
Jangan lupa tinggalkan jejak woy!

{ 2 komentar... read them below or Comment }

- Copyright © IndahLy - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -